Surat Berharga Negara (SBN) ritel merupakan instrumen investasi yang diterbitkan oleh Kementerian Keuangan. Menurut data Kustodian Sentral Efek Indonesia (KSEI), jumlah investor dalam Surat Berharga Negara (SBN) per akhir Januari 2024 mencapai 1.015.531 investor. Namun, jumlah tersebut masih jauh dibanding total investor pada pasar modal Indonesia yang sudah mencapai 12.326.700 investor.

 

Melihat lebih spesifik pada pegawai tempat SBN ritel diterbitkan di Kementrian keuangan, riset yang dilakukan oleh komunitas Dana Rakca Financial Planning Club (DRFPC) pada tahun 2022 berdasarkan hasil Financial Check Up terhadap 6.687 pegawai Kementrian keuangan menunjukkan bahwa SBN ritel berada di peringkat ke-6 sebagai pilihan investasi favorit. Dalam ranking tersebut, urutan pertama adalah investasi emas (logam mulia), disusul properti, saham, deposito, dan reksadana. Mengapa minat berinvestasi di SBN ritel masih rendah?

 

Sebagian besar kita tumbuh dan dididik oleh generasi yang secara turun-temurun memiliki pemahaman bahwa tempat paling aman untuk menyimpan uang demi kebutuhan di masa depan adalah dengan dibelikan emas, atau tanah dan rumah. Tidak heran kalau Emas hingga kini masih menjadi pilihan utama. Instrumen obligasi masih menjadi nama yang asing bagi sebagian besar orang Indonesia.

 

Dari sisi risiko, SBN ritel adalah instrument investasi yang tingkat risiko-nya rendah, sehingga cocok untuk hampir semua kalangan. Terdapat pilihan SBN ritel yang konvensional seperti ORI (Obligasi Negara Ritel) dan SBR (Savings Bond Ritel), serta SBN ritel dengan format syariah seperti SR (Sukuk Ritel) dan ST (Sukuk Tabungan). Kalau sudah menetapkan horizon jangka waktu investasinya, bisa dipilih antara SBN ritel tenor 2 hingga 6 tahun. Kalau butuh yang durasinya lebih panjang, maka bisa dilakukan re-investasi SBN ritel saat jatuh tempo, atau berinvestasi pada SBN non-ritel.

 

Terkait dengan risiko likuiditas, yaitu seberapa cepat suatu instrumen dapat dijual untuk mendapat dana tunai, pilihan instrumen yang likuid adalah ORI dan SR. Keduanya dapat diperjual-belikan (tradable) di pasar sekunder (tempat jual beli antar investor). ORI dan SR ditawarkan dengan tingkat imbal hasil (kupon) yang tetap (fixed rate). Disisi lain, kalau yang lebih menjadi concern adalah risiko fluktuasi harga di pasar, dapat dipertimbangkan SBR dan ST. Ilustrasinya, jika suku bunga acuan Bank Indonesia naik, maka imbal hasil SBR dan ST ikut naik. Namun jika acuan dari BI turun, maka imbal hasil akan dipatok minimal sebesar imbal hasil pada saat SBR dan ST pertama kali diterbitkan.

Bagaimana menurutmu? Tertarik berinvestasi di SBN Ritel?

 

Sumber : mediakeuangan.kemenkeu.go.id

<< Kembali